28 June 2015

The Not-So Despicable Minions

Anak jaman sekarang mungkin hanya kenal NH Dini sebagai Ibu dari pencipta Minions. Begitu kata teman saya sepulang anak-anak kita playdate nonton makhluk-makhluk kuning ini di bioskop. 
Ada banyak jenis minions, yang jadi tokoh utama kali ini hanya 3 saja.
Minions sudah menyerbu Indonesia sejak minggu lalu dan bukan hanya bioskop, tapi restoran cepat saji yang menawarkan Minions sebagai hadiah paket makan anak-anak juga menjadi saksi orang tua sayang anak yang ikut terhipnotis oleh anak buah Gru ini.

Jadi kita penasaran dan akhirnya memutuskan untuk nonton, berbagi bioskop dengan sejuta anak-anak termasuk seorang bayi yang duduk di samping saya dan tertidur bahkan sebelum Minions bertemu Scarlett Overkill. Oh, ya, Minion tidak ada preview atau trailler film lain sebelum filmnya dimulai, jadi jangan telat masuk bioskop ya.

Film Minions berkisah tentang apa yang terjadi dengan makhluk kuning ini sebelum mereka bertemu Gru. Saya tidak nonton Despicable Me 1 & 2 jadi tidak tahu persis apa yang terjadi dengan para Minions dan Gru. Ini kisah mereka mencari seorang bos jahat karena setiap kali mereka mendapatkannya, selalu berakhir dengan kecelakaan tragis yang membunuh bosnya tersebut. Tanpa bos, mereka tidak punya semangat hidup. Di tengah masa depresi, seorang minion bernama Kevin, ditemani pemusik Stuart dan Bob yang antusias, memberanikan diri pergi untuk mencari seorang bos (penjahat) yang baru. 



Nasib membawa mereka ke Villain Con di Florida, di mana secara tidak sengaja, Bob memenangkan sayembara menjadi anak buah penjahat nomer satu di dunia: Scarlet Overkill dan suaminya, Herb. Misi pertama mereka sebagai anak buah penjahat adalah mencuri mahkota Ratu Inggris.

Kembali ke NH Dini, memangnya siapa sih pencipta Minions? Namanya Pierre-Louis Padang Coffin, orang Perancis. Ibunya adalah penulis terkenal Indonesia, yang jaman saya dulu masih sering wajib dibaca karyanya pas pelajaran Bahasa Indonesia. Ironisnya, seperti dilansir oleh VOA Indonesia, si anak yang memang besar di luar negeri ini tidak pernah membaca buku-buku Ibunya karena tidak diterjemahkan ke bahasa asing.

Pencipta Minions, Pierre Coffin yang juga pengisi suaranya.
Ketika ditanya apa filmnya bagus, Dudu bilang “Ya baguslah.” Meskipun kita banyak tertawa di bioskop dan terkesan dengan Bob yang berbicara bahasa Indonesia, tapi lebih banyak cerita keluar dari Dudu ketika ditanya tentang Jurassic Park.

Lalu apakah karena kita ngefans lantas kita ikutan jahat? Cerita seorang teman yang anaknya diselak ibu-ibu yang khawatir tidak mendapatkan mainan Minions yang diinginkan anaknya, dan pengalaman saya diserobot anak ABG yang panik beli paket sampai 5 demi koleksi (dengan seorang pacar manyun berat di sebelahnya) membuat saya merasa kita berada di Villain Con. Yah, saya sendiri masih diminta si Andrew yang mau membuat cerita versinya untuk membelikan satu mainan lagi supaya bisa mulai membuat cerita.

Stuart, Bob dan Kevin sudah duduk manis di sudut rumah saya
Banyak pelajaran yang bisa dicatat dari petualangan ketiga minions ini, terutama tentang persahabatan dan semangat positif untuk mencapai tujuan mereka. Yup, Stuart, Bob dan Kevin tidak pernah menyerah dari jaman plankton untuk mencari bos yang jahat sesuai dengan keinginan mereka. 

25 June 2015

Fun Blogging di Communicasting Academy: Hobi, Profesi dan Teman Baru

Yang namanya jodoh seharusnya memang tidak kemana-mana. Saya sudah ingin ikutan acara ini sejak yang nomer 3, tapi baru berkesempatan ikut di nomer 5. Ternyata memang tidak salah pilih workshop karena banyak yang bisa dipelajari dari workshop bertema “Dari Hobi Jadi Profesi” satu hari yang diadakan di Communicasting Academy ini.



Dibagi dalam beberapa sesi, pelajaran pertama adalah dari seorang blogger professional, Haya Aliya Zaki, tentang bagaimana mengisi content yang baik ketika kita ingin membuat blog jadi profesional. Editing juga penting. Tulisan sudah naik bukan berarti kita santai. Ternyata berbeda dengan majalah yang kalau sudah naik cetak tidak bisa diapa-apakan lagi, menurut Mba Haya, justru penting membaca ulang postingan setelah publikasi. Waduh, saya harus sering-sering baca blog sendiri nih. Maklum, suka pakai postingan terjadwal karena kebanyakan hanya bisa posting pas akhir pekan. Habis dijadwalkan trus ya lupa. Musuh terbesar kita adalah typo (and yes, tulisan ini sudah dibaca ulang dan diedit).

Bagian kedua adalah cerita dari seorang blogger yang juga web designer, Shinta Ries. Berbagi ilmu yang terdengar teknis seperti masalah background, layout dan penempatan banner atau iklan di web kita, banyak pelajaran baru yang bisa didapat dari sesi ini. Berarti PR saya liburan lebaran kali ini bertambah 1 lagi: membereskan layout blog saya agar jadi simple.

Di sesi ini juga banyak memberikan kontemplasi tentang apakah kita seharusnya menggunakan domain berbayar (top level domain) jika ingin berprofesi sebagai blogger. Jawabannya YA. Tapi domain gratisan masih bisa jadi pilihan karena pembicara sesi terakhir yaitu Ani Berta mengaku masih menggunakan domain gratisan. Sesi Mba Ani membicarakan tentang personal branding dan bagaimana cara mendapatkan job sebagai blogger.



Teman-teman baru (lama?) saya. Photonya pinjam dari tokopedia
Yang mengesankan dari ikut Fun Blogging ini adalah teman-teman yang ramah. Walaupun baru pertama kali bertemu teman-teman ini (termasuk para pembicaranya) setelah sekian lama hanya colek mencolek di dunia maya, saya terkesan dengan keramahan dan semangat berbagi mereka. Juga dengan Communicasting Academy selaku tuan rumah. Fasilitas pelatihan penyiaran yang terletak di Jl. Sultan Iskandar Muda, Jakarta Selatan, ini memiliki beberapa kelas seperti Presenter dan Reporter TV, Penyiar Radio, MC dan Public Speaking. Selain kelas reguler, ada banyak workshops dan events yang bisa diikuti. Registrasinya juga bisa online di communicastingacademy.com

Salah satu pelatihan di Communicasting Academy
(photo courtesy of Communicasting Academy) 
Selain pelatihan individual, Communicasting Academy juga memiliki pelatihan untuk perusahaan yang dapat disesuaikan materinya dengan kebutuhan. Dan ternyata tempat ini juga memiliki kelas untuk anak-anak. Wah, boleh nih kapan-kapan mengikutkan anak saya latihan di sini. Tempatnya nyaman dan fasilitasnya super lengkap. Meskipun saya menyesal belum sempat keliling karena ada janji nge-date dengan anak, tapi sempat lihat-lihat ketika nyasar mau kembali ke mobil waktu break makan siang. Senang bisa menemukan tempat ini di Jakarta Selatan yang terjangkau dari rumah.

Kalau kata Mba Ani, “Blogging adalah hobi, bisa dapat penghasilan itu bonus.” Kali ini ternyata dapat teman dan pengetahuan baru juga.

23 June 2015

Tips Memilih Film Layak Tonton Untuk Anak

“Ngapain sih tutup mata, itu kan cuma adegan ciuman,” protes Dudu ketika teman nontonnnya sibuk tutup mata di bioskop. Si teman membalas, “kata Mama aku, ciuman untuk orang dewasa, anak kecil ngga boleh lihat dulu.” Nah lho!

Dudu: Ma, kenapa aku boleh melihat adegan ciuman tapi dia tidak boleh?
Mama: Beda keluarga beda aturan, Du. Buat Mama biasa aja. Cuma ciuman doang.
Dudu: Terus yang tidak boleh apa dong?
Mama: Apa ya? Ya kalau ada adegan yang tidak boleh ya Mama tidak ajak kamu nonton.
Dudu: Kalau adegan tidak pakai baju?
Mama: Kayak Alice di Resident Evil 1? Ya tidak apa-apa juga, itu kan Alice memang habis mandi dan dia langsung tutupan handuk.
Dudu: Jadi Mama tidak perduli ya?

Ya ngga gitu juga sih Du...

Saya memang liberal. Jadi saya sungkan memberikan rekomendasi kepada orang tua lain tentang film dan buku bacaan karena takut mereka protes. Di review blog pun kadang saya kasih disclaimer bahwa pendapat saya dan Dudu tidak mainstream dan biasanya tidak akan disetujui oleh orang tua kebanyakan. 


Detail film di Blitz Megaplex ditulis rating 13+
Detail film di 21 dan XXI ratingnya ditulis R13+
Dudu nonton Resident Evil sejak masuk SD dan lalu akrab dengan zombie, pistol dan adegan berantem. Jadi, ketika sebagian teman masih mendebatkan apakah adegan dino makan orand di Jurassic Park terlalu sadis untuk anaknya, saya sudah pergi nonton. Soalnya dibandingkan Resident Evil atau World War Z, si dino masih lebih sopan dan tidak seberapa gory. Saya juga tidak pernah meributkan adegan ciuman di film. Soalnya kalau kita heboh, apalagi heboh melarang, nanti anak semakin penasaran.

Kendala untuk anak tanggung sebesar Dudu adalah film anak yang membosankan dan film remaja yang… well, belum waktunya ditonton. Mana tertarik si Dudu dengan film pacaran? Jadi dilemma sendiri memilih film karena di Indonesia, bioskop cenderung tidak mengontrol usia pembeli tiket dan film yang akan ditonton. Jadi satu-satunya sensor ya kita sebagai orang tua untuk menentukan film mana yang boleh ditonton si anak.

Jadi bagaimana saya menentukan film apa yang layak ditonton oleh anak saya? Jawabannya adalah ngintip dulu di IMDB alias Internet Movie Database.

Halaman detail film di IMDB, ada fitur "Parents Guide" di kanan
Rating
Rating di Indonesia bisa berbedadengan rating di IMDB.Apa yang dianggap PG-13 (usia dibawah 13 tahun harus didampingi orang tua) bisa jadi dewasa begitu sampai bioskop kita. Tapi kalau di bioskop sudah R (alias remaja – karena di luar negeri R itu Restricted alias untuk Dewasa), harusnya sudah lebih aman dibanding yang ratingnya Dewasa. Rating biasanya ada di poster filmnya atau di website bioskop dekat sinopsis film.

Sistem rating film dari MPAA
Durasi
Dulu waktu masih kecil ini penting karena kalau lewat 2 jam nanti dia bosan. Sekarang sih sudah tutup mata sama durasi. Kecuali kalau kita nonton yang di atas jam 7 malam.

Trailler
Meskipun tidak selalu nonton dulu, tapi jika ada beberapa film yang akan tayang, biasanya saya dan Dudu nonton traillernya berdua baru memutuskan mana duluan atau mana yang akan kita lewatkan. Kadang dari traillernya, Dudu sudah bias memutuskan apa film ini seru atau tidak (buat dia). Trailler tidak selalu harus spesial search di Youtube, tapi bisa juga pas nonton film sebelumnya. Jadi masuk bioskop jangan terlambat.

Parents Guide
Ini fitur favorit saya di IMDB. Cara menemukannya gampang.Tinggal masuk ke halaman film yang kita mau tonton lalu cek kebagian Parents Guide yang ada di kanan atau di bagian MPAA* di bawah cast and crew. Di bagian ini digambarkan adegan yang mengandung unsure seksual/nudity (termasuk baju yang terlalu seksi), kekerasan atau gore (ini yang berpotensi menjijikan misalnya perut sobek lalu isinya ditunjukin ke penonton plus darah yang dramatis jumlahnya), profanity (kata-kata kasar/mengumpat), alcohol/drugs/smoking dan adegan yang intense atau berpotensi menakutkan bagi anak-anak.Bahkan ada score dan diskusinya. 

Halaman Parental Guidance di IMDB
Review
Kalau masih kurang yakin biasanya saya baca review. Banyak “kritikus” di luar sana yang cukup detail menganalisa filmnya dan biasanya kita bisa belajar sesuatu dari penonton yang cerewet. Kalau filmnya ada jarak tayang dari negara asalnya ke Indonesia, wikipedia juga bisa jadi sangat detail menggambarkan plotnya dan kita bisa konsultasi ke sana.

Kalau sudah membaca IMDB saya jadi merasa lebih aman pergi ke bioskop, meskipun guidancenya penuh spoiler yang kadang memberitahu endingnya. Tapi, yah, daripada was-was anak kita menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya untuk usia dia. Relatif memang. Keputusan akhir menonton tetap ada pada kita (dan dalam kasus saya si Dudu juga).

Untungnya perbedaan cara pandang kita tentang apa yang boleh disaksikan oleh anak di bioskop tidak mengganggu keakraban saya dan teman-teman. Saya yang liberal dan teman-teman yang sedikit konservatif atau beneran konservatif membuat playdates menjadi ajang saling menghargai. Dudu sekarang tahu peraturannya dan tidak meributkan kenapa temannya tidak boleh menonton adegan Spiderman pacaran. Malah biasanya dia yang panik “awas, Tante, habis ini jagoannya mau ciuman!” dan membantu teman saya menutup mata anaknya.

Selamat datang musim panas dan selamat datang summer blockbusters!

*MPAA (The Motion Picture Association of America) adalah asosiasi yang memberikan rating film sekaligus menilai dan melindungi konten kreatif dari film dari pembajakan. Selengkapnya dapat dilihat di http://www.filmratings.com

21 June 2015

A Surprising Discovery

Kalau tidak dirayu teman, ngga ada cerita saya dan Andrew menginap di hotel ini. Discovery Hotel and Convention yang terletak persis di samping Dunia Fantasi Ancol bisa jadi salah satu rekomendasi hotel untuk warga Jakarta yang ingin staycation.* 

Ketika teman-teman kantor ngotot mau menginap di sini, saya akhirnya menyerah dan ikut dalam staycation dadakan ini. Pilihan hotel jatuh pada Discovery Hotel and Convention Ancol. Booking lewat internet dan konfirmasi lewat telepon, semua beres. Setelah booking, dapat surat untuk free masuk ke Ancol untuk 2 orang dan 1 mobil. Karena saya datang dengan teman, si Andrew bayar masuknya. 


Kolam renang Discovery Hotel Ancol
The room is awesome. Kamar cukup luas, tempat tidur empuk dan pemandangan cukup lumayan. Kebetulan dapat kamar yang menghadap ke Dufan walau Dufannya tertutup pepohonan. Yang paling hits adalah Discovery Kids Club dan kolam renangnya. Kids clubnya luas dan lengkap. Mulai dari permainan tradisional, permainan asah otak, TV, game komputer hingga indoor wall-climbing. Andrew ada di sana praktis, sejak buka (jam 8 pagi) hingga tutup (jam 8 malam). Penjaganya juga ramah dan semangat menemani anak-anak main karena orang tua tidak boleh menggunakan fasilitas anak-anak ini. Outdoor playground dan kolam renangnya juga asyik. Kalau menginap di sini tidak usah keluar keliling Ancol juga tidak apa-apa. Daripada cerita panjang-panjang mendingan kita pajang foto-fotonya aja.


Bedroom tempat kita menginap
Serunya aneka mainan untuk segala usia di Kids Club
Indoor wall climbing yang ada di Discovery Kids Club
Discovery Kids Club
The only turnoff adalah saat sarapan karena ternyata anak di atas 5thn bayar sarapan pagi (seingat saya setengah harga jadi sekitar Rp100rb) jika ikut dengan 2 orang dewasa. Jadi agak sedikit mengecewakan karena pada saat konfirmasi lewat telepon, kita sudah menanyakan soal sarapan anak, dan saya selalu memastikan bahwa hotel memperbolehkan anak dibawah 12thn untuk ikut sarapan dengan 2 orang dewasa sebelum saya booking. Terutama jika harga kamarnya sekelas ini hehehe.


Outdoor playground
Pemandangan Dufan dari kamar
Tapi secara keseluruhan, hotel ini menyenangkan dan Andrew happy bisa menginap di sini. Selain dekat dengan Dufan yang memudahkan kita naik wara-wiri, hotel ini juga berseberangan dengan halte busway koridor yang ke Mangga Dua, Kota dan Kelapa Gading jika kita ingin jalan-jalan tanpa nyetir sendiri keluar Ancol. Parkir mobil juga luas namun tidak ada parkir motor. Jadi jangan naik motor jika ingin menginap di sini karena Anda akan kerepotan ‘menyimpan’ motor Anda. So, in the end, despite all things, we would still consider this hotel a fun place for family.


Lobby Hotel
Where is it?
Discovery Hotel and Convention
Jl. Lodan Timur No. 7, Ancol Taman Impian, Jakarta Utara
(021) 29377777
www.discoveryhotelancol.com


*Staycation [/ˌstāˈkāSHn/] adalah istilah keren untuk liburan ngga kemana-mana alias di dalam kota sendiri saja. Selain tinggal di hotel biasanya juga sekalian mengunjungi atraksi/tujuan wisata lokal.

17 June 2015

Belajar menulis sebuah #AwesomeJourney

Ketika tema “Keanekaragaman Hayati” dipaketkan dengan workshop travel writing dan iming-iming lomba menulis yang membawa tema #AmazingJourney berhadiah ke Jambi muncul di timeline Twitter, saya tidak mau kehilangan kesempatan. 



Saya mencoba bertanya sama partner petualangan saya, Dudu (soon-to-be 9thn) apa artinya biodiversity? “Biodiversity adalah rumah bagi binatang dan tanaman yang beda. Ini namanya Bio different-city, Ma.” Kata Dudu setelah membaca ringkasan tentang Biodiversity Warrior dari Yayasan Kehati

Acara Nulisbuku.com yang diadakan di Conclave, Wijaya itu menghadirkan 2 narasumber menarik Travel Writer Anida Dyah dan Journalist-turned-Writer Feby Indirani yang membuat Sabtu pagi lebih bermakna.

Ollie dari Nulisbuku.com sedang menjelaskan tentang kompetisi
Pembicara pertama, Anida Dyah, adalah pengarang buku travelling Under The Southern Star yang bercerita tentang road tripnya keliling Australia selama 30 hari yang disebutnya sebagai titik balik dalam hidup setelah ditinggal ibunda tercinta dan jenuh dengan pekerjaan rutinnya. Bukunya berbentuk travel narrative. “Ini berarti tidak bicara budget dan printilan teknis ya, karena pasti berbeda untuk setiap orang,” kata Anid.

Anida Dyah berbagi pengalamannya di Australia yang mencengangkan
Pembicara kedua, Feby Indirani, adalah seorang jurnalis/produser TV yang tidak mau disebut senior karena masih muda (kata orangnya sendiri lho), dan sudah menerbitkan buku dari berbagai genre. Feby, yang baru pulang dari membawa rombongan wartawan Jerman ke Kawah Ijen ini berbagi ilmu tentang bagaimana menulis naskah yang awesome.

Feby ini kocak banget dan semangat kalau sedang bicara
Anid yang praktisi dan Feby yang menjabarkan teknik merupakan gabungan yang pas. Ada beberapa tips menulis naskah travelling yang bisa disimak:

Setting dalam bentuk deskripsi – Setiap orang memiliki preference berbeda-beda. Anid mengaku menggunakan warna untuk menggambarkan alam dan segala bentuk yang dia lihat. Sebentara latihan yang diberikan Feby mengajarkan kita untuk menggunakan metafora untuk mengajak orang menjadi dekat dengan pengalaman kita, dan menghindari penggunaan kata sifat yang cenderung terikat pada perspektif dan pandangan pribadi penulis.

Mencatat kesan, rasa dan aroma yang bisa hilang setelah kita pulang. Menurut Anid, fakta lain bisa di-Google, tapi apa yang ada di benak kita saat itu biasanya tidak bertahan lama. Hal ini termasuk interaksi dengan orang setempat atau teman seperjalanan yang seringkali tidak ada juga di Google. Feby mengingatkan tentang 5W+1H yang seringkali terabaikan dan menggali detail sebanyak mungkin. “Belanja adalah modal untuk menulis,” katanya. Ini maksudnya belanja detail ya bukan belanja oleh-oleh.

Sambil “belanja” temukan hal baru dan menarik yang bisa jadi cerita. Kata Anid, “masukkan unsur sejarah dan background story pada tempat-tempat yang menarik tapi jangan sampai tulisan kita jadi wikipedia.” Hal ini identik dengan cerita Feby tentang penambang belerang di Ijen. Ketika ditanya oleh wartawan Jerman apakah mereka tersinggung menjadi objek foto turis dan wartawan, para penambang ini berkata sebaliknya bahwa mereka senang difoto karena mereka bisa dapat uang tambahan yang kadang melebihi penghasilan utama mereka. Menggabungkan perspektif si penambang sekaligus background tentang pekerjaan dan penghasilan mereka bisa jadi satu cerita menarik tentang kunjungan ke Ijen.

Memberikan rasa personal, tapi pusatnya tidak pada diri sendiri ataupun perasaan pribadi, saran Feby. Ketika Anid menulis bukunya, kita tahu perjalanan ini sangat pribadi bagi dirinya sendiri. Namun apa yang tertuang adalah sebuah kisah perjalanan yang dapat membawa pembaca ikutan kesal, senang, excited atau sedih. Yang membuatnya jadi personal adalah kontemplasi yang mucul di cerita. (Saya belum baca bukunya jadi tidak berani bicara banyak – ini hanya berdasarkan presentasi Anid ya.)

Well, this workshop is really beyond expectation. It was an awesome journey to sat down and learn a few things about learning. Sekarang kita siap-siap ikutan lombanya yuk! 


Kompetisi Menulis Cerpen Awesome Journey

16 June 2015

Berkunjung ke Jurassic World

 Adegan terakhir Jurassic World membuat saya membayangkan sekumpulan perempuan yang belum makan malam karena diet dan tengah berantem berebut tas branded di midnight sale. Well, sebagian besar dari dino itu memang betina -- dan apakah jika si indominus Rex adalah jantan, film ini akan jadi tidak seru. Sementara itu sepanjang film, Si Dudu sudah heboh mau nonton lagi untuk kedua kalinya.

Owen and his raptors
Di akhir cerita Dudu protes: "Mama hanya sibuk dengan Owen Grady."
Mama: Kan ganteng banget Du. Liat itu raptornya aja nurut. Pasti karena si Blue itu betina dan pawangnya ganteng.
Dudu: Mereka itu dinosaurus, Ma. Mana mungkin mereka mengetahui manusia mana yang cakep.
Mama: Kan kalo yang jelek langsung dimakan. Hahahahaha


Poster film yang banyak dibicarakan orang
Jurrasic World dimulai dengan theme park dinosaurus yang dibuka di Isla Nublar. Binatang-binatang standard yang ada tidak membuat manusia puas, malah memprovokasi mereka untuk menciptakan binatang baru yang diharapkan dapat menjadi atraksi utama Jurrasic World theme park. Siapa sangka binatang rekayasa genetika ini ternyata terlalu pintar dan dapat mengelabui manusia yang menciptakannya untuk lolos dari kandang dan menjelajah theme park sambil mencari jati diri. Dudu jelas terkesan dengan kepandaian dan keahlian si Rex jadi saat ditanya adegan favoritnya, yang disebut selalu adegan itu.

Tokoh utama manusianya ada Claire, bos theme park yang kedatangan kedua keponakannya (Zach dan Gray) liburan. Ada Owen Grady si pawang hewan. Dan ada Dr. Henry Wu, sang pencipta dinosaurus, seorang tokoh yang ada di Jurassic Park pertama 20 tahun lalu (wow). Semuanya hadir dengan konflik dan kepentingan masing-masing.


Kata teman saya si Gray mirip Dudu,
bolehlah mungkin casting buat sequelnya haha
Jurassic World is filled with science, something that Andrew loves. I-Rex misalnya yang dibuat dengan menggabungkan beberapa fitur binatang atau kemampuan para raptor untuk berkomunikasi dengan manusia. Meskipun hubungan antar manusianya tidak menjadi cerita utama tapi kita belajar banyak tentang anak dari si I-Rex. Misalnya, ketika Owen protes kenapa I-Rex terus dikurung di kandang, saya jadi berpikir kalau sebagai orang tua kita tidak boleh terlalu membatasi anak sehingga ketika dia pertama bersosialisasi dan bereksplorasi tidak perlu menimbulkan keadaan sekacau di Jurassic World.

Oh iya, buat yang membawa anak balita hati-hati ketakutan melihat orang dimakan dinosaurus dan beberapa adegan dan suara keras yang cukup mengagetkan. Lalu ada juga dialog keponakan Claire tentang perceraian orang tua mereka dan beberapa adegan yang menunjukkan bahwa melanggar peraturan itu sepertinya diperbolehkan di saat darurat. Jadi dampingi anak saat nonton ya.

Di akhir film, saya bilang saya mau pelihara Charlie (seekor velociraptor jantan).
Dudu: Untuk apa, Ma? Dinosaurus bukan untuk dipelihara.
Mama: Untuk disuruh pergi belanja. Kan dia cepat dan pintar.
Dudu: (tepok jidat)



Mau pilih pelihara yang mana?
Lumayan untuk mengalihkan si Dudu dari teman-teman Zombie-nya sampai nanti Resident Evil 6 dan teman-temannya muncul setelah lebaran.

(all photos courtesy of Universal Pictures)

Psst... kalau habis nonton, tiketnya jangan dibuang. Soalnya suka ada kuis di Twitter yang meminta menyertakan tiket. Lumayan bisa dapat merchandise.

Tiketnya disimpan untuk ikutan kuis

14 June 2015

Dari Jakarta Bisa ke 10 Tempat Ini Naik Mobil

Setelah berhari-hari mencari apa yang bisa menggabungkan list tempat liburan kesukaan saya dan Andrew, saya sadar bahwa semua tempat ini bisa dijangkau dengan mobil dari Jakarta dalam 1 hari. Bukan berarti one-day-trip tanpa menginap lho. Sebagian bisa, sebagian lagi akan sangat melelahkan kalau tidak menginap di tempat tujuan. Jadi, ini list kita. Everything is tried and tested ya. Kita sudah pernah benar-benar menjalani.

1. Bogor
Jarak: Rekor kita 45 menit (dari Pondok Cabe lewat Parung)
Di Bogor yang jelas kita senang makan. Karena rumah orang tua yang dekat dengan Bogor, kita jadi sering berakhir pekan di Bogor dan mencoba berbagai jajanan di sana. Banyak Museum di Kebun Raya Bogor yang bisa jadi tempat tujuan wisata keluarga. Sekarang ada theme park juga. Atau untuk yang hobi shopping tapi malas ke Bandung, Bogor juga punya banyak FO seru lho.

Food Court yang "mengapung"
2. Sentul
Jarak: 1-2 jam (lewat tol)
Kota yang terkenal gara-gara sirkuit ini sekarang jadi tempat tujuan orang Jakarta ketika mentok. Makan siang di Ah Poong lalu bermain di Art and Science Park. Kalau mau seharian, Sentul punya Jungleland yang tidak kalah asyiknya untuk keluarga.

3. Jonggol – Mekarsari
Jarak: 2-3 jam (tergantung Cibubur)
Tempat yang menyenangkan ini jadi jauh karena jalanan yang rusak dan Cibubur yang kerap macet berkepanjangan. Padahal kita senang ke Mekarsari, naik kereta keliling kebun buah dan belajar mengenai berbagai macam pohon. Tapi kita penasaran dengan Mekarsari yang renovasi. Jadi liburan sekolah kali ini, boleh juga berkunjung ke sana lagi.

Catur Raksasa Taman Bunga Nusantara
4. Cipanas/Puncak
Jarak: 3-4jam (tergantung Gadog dan buka tutup jalan)
Mama: Kalau ke Puncak mau apa?
Dudu: Jalan-jalan ke taman bunga untuk masuk ke labirin.
Mama: Terus?
Dudu: Minum susu di tempat sapi.
Mama: Terus?
Dudu: Main layang-layang di kebun teh.
Mama: Terus?
Dudu: Ke Taman Safari... tapi nanti kaca mobil kita digigit zebra lagi....


Museum Perjanjian Linggarjati

5. Cirebon
Jarak: 4 jam (tergantung Cikampek dan Simpang Jomin)
Dudu: Ini yang ada museum berbentuk rumah di atas gunung ya?
Mama: Iya, itu namanya Museum Perjanjian Linggarjati
Dudu: Aku mau pergi ke sana lagi. Boleh juga.
Cirebon ini penyelamat di saat kita lelah mengemudi atau kemalaman di jalan. Dulu, sebelum kota-kota lain secanggih sekarang, dan jalan tol super mahal itu belum dibangun, Cirebon adalah rumah singgah ketika kembali dari Semarang.




6. Guci
Jarak: 6-8 jam
Dudu: Menginap di Guci Indah, Ma. Lalu bisa berenang, berendam air panas, naik kuda dan jalan-jalan. Bisa naik ke atas gunung dan beristirahat.
Mama: Tapi hotelnya sering penuh.
Dengan keadaan Pantura sekarang, Guci jadi lebih jauh. Perjalanan kita waktu itu sekitar 6-8 jam karena berbelok di Tegal. Pernah sekali tidak kebagian hotel lalu setelah puas bermain dan berenang (kolam renang hotel bisa masuk dengan bayar tiket), kita akhirnya menginap di Brebes. Cerita lengkapnya di sini ya.




7. Anyer
Jarak: bisa sampai 8 jam gara-gara jalan rusak
Entah kenapa Anyer menyenangkan buat kita. Pantai yang lebih sepi dan lebih banyak seashells untuk dikumpulkan dan dibawa pulang. Mungkin karena kita menginap di hotel yang bukan berbentuk gedung. Masalahnya, perjalanan menuju ke sana penuh dan kelamaan di Anyer berarti siap-siap bosan makan seafood.




8. Palabuhan Ratu
Jarak: 6 jam (tergantung Jagorawi, Gadog dan Sukabumi)
Dudu: Kapan kita menginap di hotel pantai lagi, Ma?
Mama: Hotel pantai?
Dudu: Itu, yang ada kamar berwarna hijau buat Dewinya.
Menginap sudah pasti di Samudra Beach Hotel (sekarang namanya Inna Samudra Beach), hotel yang sudah ada dari jaman Bung Karno. Berenang di pantai harus hati-hati karena Laut Selatan (dan buat yang percaya, sebaiknya tidak pakai baju hijau). Sebelum check-in, makan dulu di kota, karena masuk kawasan wisatanya bayar dan makanan di daerah situ hanya ada (apalagi kalau bukan) seafood.

9. Bandung
Jarak: 3-4 jam lewat Cipularang
Kalau mentok, ya kita ke Bandung. Bisa wisata kuliner (martabak, wedang ronde, restoran Sunda) ataupun shopping di factoy outlet. Bandung punya kebun binatang dan sekarang ini banyak taman kota yang bisa jadi tujuan wisata kalau hanya ingin refreshing. Kalau harus menginap, lokasi hotel favorit kita ada di Ciumbeuleuit yang sejuk, atau yang dekat Cihampelas jadi mudah kemana-mana. 




10. Lembang, Tangkuban Perahu dan Ciater
Jarak: 4-5 jam (lewat Bandung, kalau lewat Subang lebih lama)
Berburu strawberry, mampir ke peternakan untuk minum susu segar, naik ke Tangkuban Perahu dan berendam di Ciater. Mencoba offroad juga bisa jadi pilihan. Banyak hal seru yang tersedia ketika kita memberanikan diri keluar dari Bandung dan menginap di kota kecil di sebelahnya.


Tulisan ini diikutsertakan dalam rangka blog competition yang diadakan oleh #TravelNBlog

10 June 2015

Visiting Traffique Coffee

Mama dan Dudu punya kebiasaan keliling kota (tidak selalu hari Minggu dan kita tidak naik delman istimewa) untuk mencari tempat mengerjakan PR, belajar buat ujian, ngopi dan ngeblog. Kali ini kita mampir di Traffique Coffee.


Sudah lama dengar tentang coffee shop ini, pertama Mama mampir karena menghadiri acara. Lalu yang kedua beneran datang bersama Dudu, di Minggu sore selesai menghadiri pernikahan teman, untuk mengerjakan PR. Tempatnya lega dan ada meja besar buat menebar buku dan kertas PR di seluruh penjuru. Wi-fi nya juga lancar.




Uniknya, tempat ini punya taman kecil di belakang -- yang jadi sejuk banget pasti begitu hujan turun. Sayangnya karena di luar sepertinya untuk smoking, kita tidak duduk di luar dan malah jadi akrab dengan deretan headphone yang ada di bar. Karena datang hari Minggu sore yang cukup sepi, kita tidak kesulitan dengan parkir.

Mama pesan coffee, lalu beberapa saat kemudian karena lapar melanda jadi pesan banana bread dan croissant.




Tempat ini cepat jadi favorit Dudu. Ketika kita stuck, bingung mau ke mana lagi, Dudu langsung bilang "Traffique lagi aja, Ma!" Saya tanya emang Traffique yang mana, dia jawab "yang ada mesin pembuat kopi tinggi sekali dan banyak earphone berderet dekat tembok." Ternyata beneran berkesan.

Visit the Place!
Traffique Coffee
Jalan Hang Tuah Raya No. 9, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120
0878-8984-8004
trafiquecoffee.com

09 June 2015

Jatuh Cinta dengan Lumpia Semarang

Tidak pernah tahu bagaimana saya bisa suka Lumpia. Makanan khas Semarang yang berisi rebung, telur, udang dan dibungkus semacam kulit pangsit itu adalah makanan wajib setiap bertandang ke ibu kota Jawa Tengah.

Apa sih lumpia? Ketika nitip ke teman saya yang pulang kampung, saya sempat repot karena ternyata dia tidak pernah beli lumpia. Walah. Dan ketika sampai di tempat lumpia dia semakin bingung karena ada pilihan rasanya: udang, ayam atau bandeng. Ini juga saya baru tahu. Biasanya beli lumpia pilihannya hanya basah atau goreng (supaya tidak basi kalau dibawa pulang). Jadi, apa sih cerita si rebung yang dibungkus ini.

Lumpia Gang Lombok favorit saya.
Rebung? Teman-teman saya banyak yang mengaku tidak suka lumpia karena banyak rebungnya. Kalau bukan rebung, lantas apa isi lumpianya? Katanya di Semarang ada 1 toko yang menjual lumpia dengan sedikit rebung dan lebih banyak bahan-bahan lain (mungkin telur atau udang/ayam). Hm... ternyata banyak versinya si lumpia ini. Mulai dari mana ceritanya ya?

Lumpia merupakan perpaduan kultur Tionghoa dan Indonesia yang mulai dikenal pada zaman Presiden Soekarno. Lembaran tipis dari tepung gandum digunakan untuk membungkus isian yang bervariasi. Jenisnya ada macam-macam. Kadang ada di dimsum, ada di restoran Vietnam juga dengan nama spring rolls, ada juga di soto mi, namun yang paling mengena buat saya tentu saja lumpia Semarang.

Lumpia Semarang pun ada lebih dari satu macam. Beda daerah bisa beda rasa meskipun konon resepnya berasal dari satu keluarga.

Kios Lumpia Gang Lombok ada di sebelak kanan Kelenteng

Katanya ini Kapal Ceng Ho, adanya di dekat kios Lumpia.
Biasanya jadi tempat main anak saya sambil menunggu
Tempat saya membeli Lumpia adalah Gang Lombok. Kalau ke sini biasanya pasrah sama Papa yang menyetir, belok-belok masuk pecinan lalu mendadak sampai di pinggir kali dan parkir di dekat Klenteng dan tiruan kapal Ceng Ho yang berlabuh di sungai. Sementara saya beli lumpia, si Dudu biasanya bermain di kapal, berlari-lari di halaman atau mengintip Klenteng. Lumpia Gang Lombok ini terakhir saya beli harganya Rp15,000/buah. Tapi yang beli bisa antri panjang dan habis makan siang biasanya sudah sold out. Terutama di akhir pekan musim liburan pada saat banyak yang belanja oleh-oleh.


Lalu ada Lumpia Mataram seberang Sanitas. Sepanjang jalan Mataram ada banyak gerobak penjual lumpia dan kadang sulit menemukan yang asli. Saya sendiri belum pernah (atau tidak ingat) pernah beli lumpia di sini. Kalau makan yang ini pasti dibelikan orang dari oleh-oleh atau titip teman atau saudara yang either kehabisan atau tidak tahu letak Gang Lombok. Meski berbeda, tapi Lumpia ini rasanya tidak kalah sama Gang Lombok. Maklum, kalau menurut cerita nostalgia Papa saya, pemilik kedua kios lumpia itu kakak beradik... yang dulu orang tuanya tinggal di kampung sebelah kampung Papa saya.

Yang ini Lumpia Mataram
Selain yang dua ini, yang katanya dari satu resep, lumpia yang lain saya masukkan ke kategori lumpia modern. Baik yang ada di sepanjang jalan Pandanaran, di ruko-ruko dekat hotel Telomoyo (apa itu nama jalannya ya?) atau yang ada di pusat perbelanjaan. Lumpia yang sudah berevolusi seperti lumpia express biasanya dibuka oleh mantan karyawan penjual lumpia yang pertama.

Yang ini Lumpia beli di toko oleh-oleh,
rebungnya juga sudah lain bentuknya
Ada yang senang makan lumpia sebagai snack, ada juga yang dijadikan lauk. Ada yang senang pakai saus dan bawang, ada yang makan polosan. Ada yang sedang basah (tapi rebungnya tetap sudah digoreng) ada yang senang kulitnya garing. Bagaimanapun, lumpia tetap sesuatu yang patut dicoba jika Anda menjejakkan kaki di ibukota Jawa Tengah itu. Temukan mana yang jadi kesukaan Anda dan coba berbagi ceritanya dengan saya.

By the way, kalau ada yang penasaran, si Dudu tidak suka sama makanan yang satu ini, meski kalau diseludupkan rebungnya sebagai lauk, dia suka cuek dan tetap makan. Kalau makanan Semarang, Dudu paling suka sama nasi ayam, bisa habis entah berapa porsi. Tapi itu beda cerita ya.