09 June 2016

Teenage Mutant Ninja Turtles: Out of the Shadows

Ketika film Teenage Mutant Ninja Turtle: Out of the Shadows tidak sesuai ekspektasi, saya bingung. Film ini seharusnya seru. Dudu tetap keukeuh suka dengan film ini dan bilang “bagus” meskipun seluruh dunia (yang diwakili IMDB dan Rotten Tomatoes) hanya memberikan rating setengah hati. Yang jelas, saya kehilangan kata “Cowabunga” dan “Dude” di film ini. 



Jadi, saya mulai cerita dari mana ya? Well, film bedurasi 112 menit ini dimulai dari kaburnya Shredder ketika sedang dipindahkan ke penjara baru. Dalam pelariannya, Shredder bertemu Krang (Commander Kragg if you wish) dan setuju untuk membantunya memindahkan pesawat ke bumi. Di sisi lain, Casey Jones yang kehilangan tawanan harus menghadapi skorsing dan memutuskan untuk menjadi superhero independen berbekal pengalamannya main ice hockey. Dalam pengejaran ini, Casey bertemu April O’Neil dan para kura-kura, yang kembali tidak akur gara-gara menemukan lendir ungu yang digunakan Shredder untuk mengubah penjahat bodoh menjadi duet Beebop dan Rocksteady yang kita kenal (hore!)
Para kura-kura yang bertengkar (lagi), berhasilnya Krang memindahkan pesawat ke bumi dan Splinter yang hanya memberikan wejangan tanpa ikut banyak ikut campur membuat film ini agak naik turun. Dan sejujurnya, garing. Pertarungannya tidak seru, Shreddernya kurang keren dan konflik intrik politiknya terlalu banyak antara Casey Jones, Chief yang perempuan itu dan Vern the falcon. Sampai gemas mau bilang “let’s just fight.” Haha. Untung ada Beebop dan Rocksteady.


Buat penggemar Kura-kura Ninja yang mengidolakan Leonardo sejak SD, film ini akan tetap saya tonton meskipun reviewnya jelek semua. Well, kapan lagi bisa melihat semua tokoh itu dalam satu frame. Shredder, Beebop, Rocksteady, Krang, Casey Jones, April O’Neil, dan para kura-kura itu semua ada dalam satu film. Untung besar namanya. Tapi mungkin itu ya penyebabnya, terlalu banyak tokoh, terlalu banyak agenda, jadi masing-masing tidak dieksplorasi dengan maksimal.


Lihat review kita tentang Teenage Mutant Ninja Turtles pertama di sini.

"Aku pikir Shredder akan bertarung, soalnya dia keren banget di film pertama. Lalu Krang seharusnya tidak datang sendirian dengan kapal sebesar itu. Aku pikir dia akan membawa pasukan alien yang banyak."

Masih lebih bagus X-Men Apocalypse. Dan mungkin memang lebih bagus Warcraft. Tapi saya dan Dudu tidak tertarik nonton meski sudah liat traillernya dan kita memang tidak main game-nya. Proses pembuatan film Kura-Kura Ninja ini selalu bikin saya terpana. Soalnya para kura-kura ini dimainkan oleh actor dengan punggung dan alat yang kemudian berubah jadi kura-kura berwarna hijau di layar. Karena tinggi badan Leonardo dan adik-adiknya ini jauh di atas manusia biasa, maka lawan main mereka seperti Megan Fox dan Stephen Amell harus menyesuaikan dengan mata para kura-kura dan berakting mendongak ke atas, bukan menatap mata para actor yang memerankan para kura-kura ninja. Unfortunately, for all the hard efforts, this movie is just blah. 




“Aku suka Raphael,” kata Dudu. Saya tetap fans Leo. Sebagai anak pertama dengan dua adik yang lebih mirip Donnie dan Mikey, tokoh Leonardo rasanya keren. Dan seperti biasa, saya focus dengan nasihat-nasihat si tikus raksasa yang bijak itu. “Seorang pemimpin harus bisa menyatukan perbedaan, karena perbedaan itulah yang membuat tim jadi kuat. Tapi tetap harus satu visi.” Terbayang rasanya jadi Leonardo waktu timnya (yang notabene adik-kakak dari kecil) kalah kompak dari duet Beebop dan Rocksteady yang hanya mengandalkan rasa percaya pada satu dan lainnya, tanpa strategi (karena mereka benar-benar bodoh).

Wajib nonton buat para fans kura-kura ini. Tapi jangan pasang ekspektasi. Buat yang bawa anak kecil juga aman. Mengutip salah satu review yang saya baca, “film ini seperti dibuat oleh anak 12 tahun, untuk anak 12 tahun.” April O’Neil memang seksi karena diperankan Megan Fox, tapi secara keseluruhan tidak ada yang membuat film ini menyeramkan untuk ditonton anak kecil. Pertarungannya tidak ada yang sadis dan konfliknya juga tidak sulit dicerna. Secara bahasa pun tidak ada sumpah serapah yang biasanya bikin khawatir ditiru anak-anak. 

Talking about language, where’s my Cowabunga? I hope they will continue to the third and amend for this one.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.