31 October 2016

Powerful Content, Great Responsibility

Blogger bisa aktual. Blogger juga bisa beropini asalkan relevan dan dapat dipertanggung jawabkan. Dan semua itu kembali ke pada content blognya. Begitulah satu oleh-oleh yang saya bawa pulang dari acara berjudul "The Power of Content" yang diadakan oleh Serempak di Binus fX Sudirman di Hari Blogger Nasional kemarin.

Acara yang menghadirkan pembicara yang inspiratif di paruh pertama seperti Ratna Susianawati, Asisten Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 
Founder IWITA Martha Simanjuntak, dan Maman Suherman yang dikenal sebagai penulis buku dan notulen di acara TV Indonesia Lawak Club. 
Para pembicara "The Power of Content" berfoto di akhir acara.
Cerita Kang Maman tentang perempuan yang kerap dipandang rendah dan sebelah mata oleh beberapa patriarchist society, menutup bagian awal acara yang membahas tentang perempuan dan program yang diusung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak lewat Serempak dan IWITA menghadirkan cara baru untuk mendukung program kementrian yang dirangkum dalam 3ends, yaitu mengakhiri kekerasan, perdagangan serta kesenjangan akses ekonomi terhadap perempuan dan anak.

29 October 2016

Dilema Blogger Jadi Profesi

Di sebuah acara blogger yang saya hadiri pernah ada celetukan "saya kira fenomena blog hanya sebentar, ternyata sekarang malah jadi profesi ya." Eh, profesi? Iya, ternyata tanpa saya sadari, sekarang ini saya juga sudah mengamini bahwa blogger itu profesi.

Iyalah, kan tahun lalu saya ikut workshop yang judulnya saja "dari hobi jadi profesi." Dan beberapa bulan lalu saya buat kartu nama baru untuk profesi saya ini sampai akhirnya kemarin beli domain. Ini semacam terlanjur nyemplung terus terbawa arus haha.


Lalu postingan ini jadi semacam kode keras bahwa saya akan punya blog kedua. Boleh lah ya headernya aja diposting di sini karena blognya (dan postingannya) belum sempat dimigrasi.

Semacam reminder biar menyisihkan waktu ngeblog
Tapi kalau ditanya secara gamblang "apakah blogger sebuah profesi", seperti di twitter @BloggerCampID pas Hari Blogger Nasional kemarin, jawaban saya adalah "jangan sampai jadi profesi." Kok, begitu? Soalnya kesannya berat banget hahahhaa. Kalau dengar profesi yang pertama terpikirkan adalah dokter, lawyer dan segala bentuk pekerjaan yang resmi dilakukan setelah menempuh beberapa tahun pendidikan formal. Meskipun secara harafiah profesi lebih kepada pekerjaan yang membutuhkan keahlian tapi rasanya masih aneh menggabungkan kata blogging dan profesi dalam satu kalimat.

27 October 2016

Mencari Kebahagiaan di Film Trolls

Setelah berbulan-bulan mendengarkan Dudu berubah jadi Justin Timberlake, akhirnya film musikal penuh warna-warni ini rilis juga. Wajib nonton sama anak? Well, buat yang males baca review Trolls selanjutnya, silahkan langsung ke bioskop aja beli karcis haha.

Ceritanya tentang hubungan Trolls dengan Borgens yang kurang harmonis. Para Bergens yang percaya bahwa memakan Trolls membawa kebahagiaan untuk mereka, sudah hidup dalam kemurungan setelah Raja Trolls menyelamatkan warganya dan hidup dalam persembunyian. Namun seorang Bergens berhasil menemukan mereka dan menculik beberapa. Princess Poppy, sang pewaris tahta, pergi menyelamatkan teman-temannya bersama Branch, seorang Troll yang suram dan kehilangan warnanya.

Suasana nobar
Sounds of Silence (courtesy of Dreamworks)
Petualangan inilah yang diwarnai musik, tarian dan warna-warni scrapbook Princess Poppy. Kontrasnya sifat positif dan ceria si Princess yang pink, serta suram dan pesimisnya Branch yang abu-abu membuat cerita jadi tidak membosankan. Film yang berdurasi 1 jam 32 menit ini membawa tawa bagi saya, yang sebenarnya bukan fans Trolls. Disuarakan oleh Justin Timberlake (Branch) dan Anna Kendrik (Poppy), film Trolls mengajarkan semangat positif dan bagaimana menemukan kebahagiaan di dalam diri kita sendiri.

22 October 2016

Halloween Seru di Universal Studios

Halloween Date kali ini sedikit berbeda. Biasanya kita menghabiskan pesta kostum di mall, ikutan trick or treat dan membawa pulang sekeranjang permen. Namun kemarin kita merayakan Halloween lebih awal dengan berkunjung ke dunia lain di Halloween Horror Nights 6, Universal Studio Singapore. Tanpa kostum, tanpa permen, hanya bermodal nekat. Jadi judul posting in harusnya "Halloween terseram di Singapura".

Posing in front of the gate at the end of our date
Soalnya rumah hantunya seram banget dan memang sudah dianjurkan tidak bawa anak kecil. Dudu juga takut sampai menangis. Sepupu saya (yang kemarin ikut ke Arts Science Museum juga) sama takutnya. Tapi namanya sudah beli tiket (early bird pula), bahkan sudah sampai bertolak ke negara tetangga demi acara ini, ya masa kita tidak masuk? Hahaha. 

Saat matahari tenggelam, Universal Studios Singapore berubah dari theme park untuk keluarga yang penuh keceriaan menjadi sebuah tempat berhantu yang mengerikan. Semuanya total, dari lighting, kostum dan rumah hantu yang dibangun membuat kita merasa memasuki taman bermain yang berbeda. Dan entah bagaimana, saya lebih suka Universal Studios versi horror ini. Karena lebih seru, lebih sepi (walaupun mau masuk rumah hantu harus antri 30 menit) dan lebih hidup. 

16 October 2016

A Glimpse of Future at ArtScience Museum 

Di antrian imigrasi Changi Airport minggu lalu, Dudu tiba-tiba bertanya, “kapan kita akan kembali ke Singapura lagi?” Well, kalau ArtScience Museum sudah ganti exhibition lagi. Yang mungkin tidak terlalu lama karena kita datang di penghujung pameran Big Bang Data.

Museum yang terletak di kawasan Marina Bay Sands itu adalah salah satu tujuan utama kita di Singapura. Rasanya ada yang kurang kalau belum ke sana, apalagi ketika mereka menghadirkan pameran baru. Kekecewaan dan rasa penasaran karena gagal mengunjungi museum ini ketika Playdate Singapore-Legoland bulan Juni kemarin terbayar dengan kunjungan kali ini.

And guess what, kita masih bisa menyaksikan Big Bang Data sebelum pameran yang satu itu kembali melanglang buana. 



Jumlah foto yang diuplad di Flickr selama 24 jam di thn 2011
Datang di Jumat siang lewat MRT Bayfront, saya yang membawa sepasang anak mau ABG ini memutuskan makan siang di Marina Bay Sands. Ternyata begitu masuk ArtScience Museum, tempat membeli tiket di lantai 1 sudah berubah jadi café yang menggoda untuk mampir. Loketnya sendiri pindah ke basement, yang tadinya digunakan untuk penjualan merchandise. Jumat adalah Family Free Friday, di mana anak-anak berusia 12 tahun ke bawah bisa masuk gratis dengan pembelian 1 tiket dewasa. Jadi saya hanya membayar SGD 30 untuk masuk ke semua bagian. Akibatnya, museum jadi penuh dan beli tiketnya antri panjang.

Baca: 24 Hal gratis untuk wisata keluarga di Singapura 


Banyak yang bilang The Future World adalah “must-visit” (dan saya tidak bisa lebih setuju lagi setelah masuk dan mencobanya sendiri) tapi karena bagian yang ini memiliki jam masuk tertentu (10am, 11.30am, 1pm, 2.30pm, 4pm dan 5.30pm), maka saya memutuskan untuk mampir ke pameran yang sudah hampir berakhir itu: Big Bang Data.