05 April 2017

One Afternoon at Peter Pan On Ice

Sederetan anak yang duduk di depan saya dan Dudu ribut sendiri. Padahal babak kedua Peter Pan on Ice sudah mau mulai. Masalahnya ada murid cewek yang tidak mau duduk sebelahan sama murid cowok. Biasalah, umur mendekati ABG, duduk sebelahan saja sudah “cieee.” Lalu pindah lagi, berdiri lagi, minta temannya tukaran tempat duduk lagi. Hadeeh.

Dudu:
Kenapa mereka, Ma?
Mama: Biasa, Du, seumuran kamu pasti itu. Kalo sama cowok sok jijik.
Dudu: Seperti teman-temanku kalau aku pegang langsung lari.
Mama: Iya, lagi jamannya. Nanti 10 tahun lagi bakalan meluk cowok ngga mau lepas seperti perangko.
Dudu: Ooo sudah pacaran ya, Ma?

Dan sepertinya percakapan kami terdengar oleh anak-anak tersebut karena mereka langsung duduk rapi sambil takut-takut menoleh ke belakang, mencari Mama edan yang membahas topik pacaran dengan anaknya seperti membahas mau makan apa malam itu.




Lalu Babak keduanya dimulai, tapi drama muncul di sekitar kita berdua yang mungkin salah pilih tempat duduk. Soalnya kanan kiri dan belakang penuh anak-anak cowok seumuran Dudu yang berisik ngobrol sendiri. Sampai saya menoleh terus bilang “Ini anak sekolah mana ya? Bisa tenang?” Lalu semuanya berusaha duduk diam, meskipun masih ada beberapa adegan “sst… sst” dari teman-temannya. Setidaknya setelah itu saya lebih fokus nonton Peter Pan on Ice.

Ketika saya minta ijin cuti ke bos dengan alasan menang kuis Peter Pan on Ice yang pertunjukan pertama, jam 3 sore hari Jumat 24 Maret yang lalu, si bos bertanya, apa bedanya sama Disney on Ice? Jujur saya tidak tahu what to expect dari pertunjukan yang dibintangi oleh Russian Ice Stars ini. Alasan kita berdua ada di bangku penonton hari itu, sama seperti alasan yang kita tulis untuk ikutan kuis BIG TV berhadiah tiket: We love Peter Pan and we just learnt how to skate. Jadi pas banget kan. Saya baru saja membawa Dudu ke arena ice skating Bintaro Exchange beberapa waktu lalu (duh masih hutang review deh) dan dia akhirnya berhasil meluncur. Sekarang ada Peter Pan yang meluncur di es. Perfect.

Jam 2 siang kita sudah tiba di sana. Kepagian dan arena masih sepi. Jam 2.30 kita mengantri masuk, tapi ternyata belum diizinkan oleh pihak penyelenggara hingga menjelang jam 3. Dudu jadi belanja beli topi Peter Pan seharga Rp.45,000, diskon 10% karena kita download aplikasi JAKFM di lokasi. Sampai di dalam kita antri hingga sekitar pukul 3.30, kemudian pertunjukkannya di mulai.



Babak pertama dibuka dengan pengenalan tokoh melalui bedtime stories yang dibacakan orang tua Wendy, John and Michael kepada anak-anaknya. Dari sini saya jadi sadar bahwa Peter Pan on Ice adalah sebuah pertunjukan seperti balet, yang menggabungkan acrobat, music dan tarian, tanpa menggunakan dialog. Waduh, saya khawatir Dudu bosan. Tapi kok anaknya diam saja? Dari sini ceritanya sesuai dengan aslinya, dan kemunculan Peter Pan yang “terbang” dari atas panggung membuat semuanya terkagum-kagum. Di dalam petualangannya, Peter Pan bertarung dengan Kapten Hook untuk menyelamatkan Tiger Lily, namun Tinkerbell yang cemburu dengan kehadiran Wendy membuatnya berkhianat dan membantu para bajak laut menculik Wendy, John, Michael dan The Lost Boys.
“Aku suka Tinkerbell, soalnya dia jago. Kalau Peter Pannya sempat gagal loncat.” ~Dudu
Saya sendiri juga menyukai bagian ketika Kapten Hook dan Tinkerbell menari berdua karena, well, memang keduanya sama bagusnya di atas es. Meskipun berbadan tinggi dan berkostum heboh, tapi Kapten Hook jauh dari kesan kaku. Dudu sempat protes karena John dan Michael lebih tinggi daripada Wendy padahal mereka adiknya, tapi yah, mungkin susah membawa banyak pemain anak-anak keliling dunia. Pertunjukan ini juga interaktif, karena ketika Tinkerbell terbunuh, maka kitalah yang berkewajiban ikut bertepuk tangan dan menghidupkan kembali si peri yang cemburuan itu. Kalau di film Peter Pan, ini adalah moment di mana kita semua seharusnya teriak “I do believe in fairies, I do, I do.”

Jadi, kekhawatiran saya tentang Dudu yang akan bosan karena hanya menyaksikan para ice dancers ini menari di atas es tanpa dialog tidak terbukti karena anaknya tetap tenang sampai akhir. Meskipun bukan pertunjukkan yang sangat membekas di hati, tapi kita tetap puas dengan Peter Pan On Ice yang berlangsung hampir 2 jam (dengan 15 menit istirahat di tengah) itu. Penonton yang relative sedikit di pertunjukkan pertama memungkinkan kita pindah kursi pada saat break, dan itulah kenapa kita jadi stuck diantara anak-anak SD yang sedang field trip nonton Peter Pan On Ice. 




Tempat duduknya dibagi ke dalam 4 kelas: Silver, Gold, VIP dan VVIP dengan range harga mulai Rp. 350,000 hingga lebih dari Rp. 1 juta. Kita sendiri awalnya duduk di gold, sesuai tiket yang kita menangkan, lalu diperbolehkan pindah ke VIP bagian belakang pada saat intermission. Dudu senang karena bisa langsung melihat panggung es, dan melihat acrobat para bajak laut dari dekat.

Buat anak-anak yang lebih besar, mungkin pertunjukan Peter Pan on Ice lebih menarik daripada Disney on Ice. Yes, we will never be too old for Disney (dan kita masih akan nonton kalau ada kesempatan), tapi pertunjukan seperti ini, yang tanpa dialog atau lagu, mengajarkan Dudu untuk menghargai bentuk lain sebuah karya seni. Sama seperti ketika kita nonton Drama Musikal Shrek atau Bibap yang dari Korea itu beberapa waktu lalu.

By the way, anak-anak itu masih tetap berusaha mendiamkan satu sama lain, bahkan ketika pertunjukkan sudah selesai dan lampu sudah menyala kembali.. Saya jadi tersenyum sendiri. Anak-anak ini memang bikin geleng kepala. Dan saya punya satu di samping saya, yang kadang-kadang terdengar lebih tua daripada umurnya.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.