11 May 2017

Cara Survive Nonton Film Rating Dewasa Bersama si Pra-Remaja

“Guardian of The Galaxy aman ngga? Pengen ajak anak nih.” Pertanyaan semacam ini sering muncul di timeline social media dan layar chatting saya. Buat Mama-mama dengan anak pra-remaja seperti saya ini, nonton film adalah satu kegiatan yang membuat khawatir. 


Definisi aman di sini agak rancu. Aman dari apa? Adegan kekerasan? Adegan dewasa? Karena gaya parenting saya sering berseberangan dengan orang tua kebanyakan, biasanya jarang merespon permintaan rekomendasi film, kecuali film tersebut benar-benar aman. Seperti Beauty and The Beast.

Nonton film adalah salah satu kegiatan ngedate favorit kami. Kalau ada film bagus, bisa setiap minggu kita pergi nonton. Kebetulan kami juga cocok seleranya karena sama-sama menyukai genre thriller-crime-action-mystery. Saya bukan fans zombie, namun kalau bicara detective atau action saya juga suka. Dan biasanya zombie identik juga dengan tembak-tembakan (kecuali mungkin Train to Busan yang malah berderai air mata haha). Tapi fim kartun juga sering menjadi pilihan, karena biar bagaimana Dudu kan jiwanya masih anak-anak. Untuk film non-kartun, saya biasanya berhenti di rating PG-13 yang dipasang MPAA. Di Indonesia, PG-13 (wajib didampingi orang tua karena beberapa adegan mungkin kurang sesuai untuk pra-remaja) ini bisa berubah jadi Remaja atau Dewasa, tergantung keputusan lembaga sensor lokal kita.

Dan postingan ini akan terbaca seperti pembenaran atas keputusan saya mengajak Dudu menonton film yang secara rating usia tidak ditujukan kepada anak-anak seumuran dia. Haha.


Lesson 1: Bukan cuma apa yang dilihat, tapi apa yang di dengar si anak.

Beberapa waktu lalu, seorang teman saya baru menyadari bahwa film The Fast and Furious 8 itu ratingnya Dewasa 17+ (di MPAA PG-13 sih), saat kita semua sudah duduk manis di bioskop dengan popcorn dan siap menyaksikan aksi terbaru Dominic Torretto. Lalu film dimulai dengan cerita bulan madu Dom dan Letty di Cuba. Yang dibawa pulang oleh si Dudu bukan Cuba, tapi sebuah pertanyaan tentang status anak bayi di film tersebut. “Kalau Dom menikah dengan Letty, kenapa Dom bisa punya anak dari cewek yang pirang itu, Ma? Kenapa Dom mau pelihara bayinya? Kan mereka tidak menikah.”

Yang dilihat anak di film itu penting. Cewek seksi, adegan dewasa, adegan kekerasan, adegan bikin kaget yang traumatis. Semuanya ada dampaknya. Apalagi menonton film dengan anak seumur Dudu ternyata bukan hanya khawatir dengan apa yang kelihatan, tapi juga dialog yang diucapkan para tokohnya. Adegan yang sekilas tidak terlihat berbahaya, tidak ada adegan kekerasan ataupun adegan dewasa malah menimbulkan pertanyaan super ribet. Jadi buat para orang tua yang sering meminta anak menutup mata di adegan dewasa, jangan lupa menutup telinga juga. 

Lesson 2: Kalau anak bertanya jawab segera. Kalau anak beropini, segera tanggapi.

Yang merepotkan lagi,Dudu sudah paham macam-macam sementara pengetahuannya masih tanggung. Jadi kalau menjelaskan dengan bahasa saya, dia akan mengerutkan kening lalu bilang, “bagaimana kalau mama jelaskan ke aku lagi tahun depan kalau aku sudah lebih besar?” 
Tapi di kasus Dom, Elena dan Letty di atas tadi saya mencoba memberi pengertian sebisanya, setelah berkonsultasi dengan teman saya yang memang menonton semua filmnya. 

Membaca opini di luar sana, banyak yang mengkritik MPAA bahwa di antara rating film PG-13 dan R (Restricted lho bukan Remaja) ada gap yang terlalu besar. Menjelang usia Dudu yang ke 11 ini saya makin merasa terjebak di antara dua rating tersebut, apalagi anaknya memang senang sekali nonton film. Film kartun Semua Umur (SU) sudah cenderung terlewatkan meskipun yang semacam Smurf, Trolls dan Sing menurutnya masih seru. Jadi saya kembali ke PG-13, tidak perduli jadi apa rating film tersebut di Indonesia. Tentu saja, konsekuensinya, saya jadi harus siap dengan sejuta pertanyaan yang bisa muncul sepanjang film.

Baca Tips Memilih Film Layak Tonton Untuk Anak di sini


Lesson 3: Pahami tentang apa filmnya dan antisipasi adegannya.



Beberapa film yang masuk rating dewasa yang pernah kita tonton, tapi tidak pernah saya review di blog ini memiliki tema, konsep dan konflik yang tentunya lebih berat daripada Guardian of Galaxy atau The Fast and Furious. Tapi genre kesukaan kita sama, jadi tidak sulit "menyisir" apa yang akan kita lihat di bioskop karena saya bisa prediksi. Be on the know of what to expect. Coba bayangkan kalau saya senang romance, lalu mendadak menonton Resident Evil sama anak, yang ada shock di bioskop melihat zombie ditemback sama Alice.

Film favorit Dudu, Resident Evil The Final Chapter, hadir dengan rating dewasa. Sedikit kecewa karena ini di luar kebiasaan kita yang bertahan di PG-13, tapi karena ini Resident Evil, yang sudah memotivasi Dudu jadi bilingual, ya berangkat juga kita ke bioskop. Film terakhir Alice yang membuka semua rahasianya ini mendapatkan rating Dewasa karena adegan kekerasan yang berlebihan. Kalau kata Dudu, “gore and violence.” Bukan hal yang baik untuk anak-anak karena saya saja sering memalingkan muka lantaran bergidik melihat pertarungan melawan zombie. Zombie Amerika kali ini, yang tampilannya tidak semulus zombie Korea di Train to Busan. Jadi, kita berdua nonton film ini hanya karena Dudu nonton filmnya dari yang pertama. It won’t go worse than that.



Lalu ada Fabricated City (Not Rated/Sepertinya dapat rating Dewasa di Indonesia), film Korea yang kita tonton karena sinopsisnya menarik. Ceritanya tentang seorang gamer yang difitnah melakukan pembunuhan sadis. Teman-temannya di dunia maya kemudian berusaha menolongnya dan menemukan pembunuh sebenarnya. Film ini sadis dan secara psikologis juga melelahkan seperti film Korea pada umumnya. Ini film Korea kedua Dudu setelah kemarin nonton Train To Busan. Saya agak khawatir membiarkan Dudu menonton film ini, tapi ternyata dia suka. Setidaknya kita dapat pelajaran bagus bahwa sebaiknya dia tidak main game berlebihan. Haha. Untuk film yang bukan dari America, biasanya mencari rating agak sedikit sulit, tapi dengan menonton trailler dan rajin membaca review, kita sedikit banyak bisa memprediksi adegan dan jalan cerita, dan tidak terkaget-kaget atau panik di depan anak.

Tapi so far saya gagal sih memprediksi film Korea.

Akhir tahun lalu, saya mengajak Dudu nonton Assassin’s Creed (MPAA PG -13 tapi di Indonesia jadi Dewasa) hanya karena saya suka genrenya. Plus film ini sebaiknya memang ditonton oleh mereka yang tidak (atau belum) into gamenya jadi tidak kecewa dengan jalan cerita super simple ala film komersil Hollywood. Saya tertarik latar belakang sejarah yang digunakan dan, well, pemeran utama film ini kan Michael Fassbender. Hahaha. Konsep penelitian dengan membawa memori DNA ini menarik perhatian Dudu yang senang dengan science. Tapi habis itu dia jadi minta dibelikan game-nya dan saya harus mengeluarkan jawaban andalan saya kalau si anak minta gadget: “kapan-kapan ya.”

Jadi kalau ditanya apakah Guardian of Galaxy, yang ratingnya Remaja ini, aman, jawaban saya adalah tidak. Soalnya sepulang nonton, Dudu marah-marah sendiri sama si Ego yang menurutnya selain sudah selingkuh kemana-mana juga tidak mengurus anaknya si Peter Quill dengan baik. Dari film ini Dudu paham bahwa yang namanya seorang ayah itu bukan hanya mewariskan DNA dan keabadian tapi skill untuk survive. Selain itu, siap-siap di tengah film ada diskusi singkat tentang proses reproduksi antara Drax, Peter Quill dan Ego. Untung yang ini tidak menimbulkan pertanyaan lebih lanjut. Haha.

4 comments:

  1. Apaaaa? Film Korea secara psikologis melelahkan? Lol..

    ReplyDelete
  2. Aku lelah kak nontonnya haha. Mau film seram, film action, film detektif, pasti tetap nangis. Hahaha.

    ReplyDelete
  3. salut dengan mbak yang rela mendampingi dudu nonton film bahkan sampai mencari tahu dulu soal rating. i kid you not, nggak banyak orang kaya mbak yang sadar bahwa anak bukan cuma melihat gambar, tapi mencerna informasi. salam kenal ya!

    (PS: tips aman nonton film korea, coba cari dulu resensinya di website-website/blog-blog reviewer film. film thriller korea rata-rata pasti ada unsur gore nya karena disana sepertinya yang gory lumayan laku. kalopun ada yang pure psychological thriller, biasanya ngga seberapa cocok buat audience pra remaja karena emang mentally draining dan banyak teka-teki yang belum cocok dipikirkan sama anak usia dibawah 15 thn. kalau mau film korea yang aman, carilah film2 action comedy/comedy drama/slice of life)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, anaknya suka banyak nanya. Dan aku selalu minta dia review jadi lama-lama sadar juga kalau dia menyimak bukan cuma melihat. Film Korea baru 2 sih: Train To Busan dan Fabricated City dan kbetulan dia suka dua-duanya. Thanks infonya ya.

      Delete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.